Minggu, 08 Mei 2016

MAKALAH
 MATA KULIAH FIQIH
PEMBAHASAN MUNAKAHAT


DISUSUN OLEH

·         NURUL SHIDIK                         151300920


INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDIN
SERANG BANTEN

2015-2016


BAB I

PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar pernikahan adalah nikah. Menurut kamus bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dlan mendapatkan keturunan yang sah. Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, serta bahagia di dunia dan akhirat.
Dalam usaha meleburkan suatu bentuk hukum dalam dunia hukum Islam Indonesia. Tentunya kita ingin mengetahui lebih dalam darimana asal konsep hukum yang diadopsi oleh Departemen Agama RI tersebut yang kemudian menjadi produk hukum yang lazim disebut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, dan diantara materi bahasannya adalah rukun dan syarat perkawinan yang akan coba kita pelajari perbandingannya dengan fikih munakahat.
Terpenuhinya syarat dan rukun suatu perkawinan, mengakibatkan diakuinya keabsahan perkawinan tersebut baik menurut hukum agama/fiqih munakahatatau pemerintah (Kompilasi Hukum Islam).Bila salah satu syarat atau rukun tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan menurut fikih munakahat atau Kompilasi Hukum Islam, menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan salah satunya.
Berawal dari garis perbandingan antara kedua produk hukum tersebut, pemakalah mencoba membahas perbandingan antara keduanya sehingga dapat diketahui lebih dalam hubungan antara keduanya.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaaku pada semua makhluk-Nya, abik pada manusia, hewan, maupun pada tumbuh-tumbuhan. Ia adalah salah satu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melerestarikan hidupnya.Nikah, menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Maka nikah (Zawaj) bisa diartikan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah.
Beberapa penulis juga terkadang menyebut pernikahan dengan perkawinan. Secara bahasa : kumpulan, bersetubuh,  akad secara syar’i : dihalalkannya seoranglelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll.

Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
” Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An - Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.
B.     RUKUN DAN SYARAT SAH NIKAH
Pernikahan yang didalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad. Adapun rukun nikah adalah:
1.      Mempelai laki-laki
2.      Mempelai perempuan
3.      Wali
4.      Dua orang saksi
5.      Sighat Ijab Kabul

Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting adalah Ijab Kabul antara yang mengadakan dengan menerima akad sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan adalah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan Ijab Kabul;


SYARAT-SYARAT SUAMI
1.      Bukan mahrom dari calon istri
2.      Tidak terpaksa/atas kemauan sendiri
3.      Jelas orangnya
4.      Tidak sedang ihram

SYARAT-SYARAT ISTRI
1.      Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahrom, tidak sedang dalam masa iddah
2.      Merdeka, atas kemauan sendiri
3.      Jelas orangnya
4.      Tidak sedang ihram

SYARAT-SYARAT WALI
1.      Laki-laki
2.      Baligh
3.      Waras akalnya
4.      Adil
5.      Tidak sedang ihram

SYARAT-SYARAT SAKSI
1.      Laki-laki
2.      Baligh
3.      Waras akalnya
4.      Adil
5.      Dapat melihat dan mendengar
6.      Bebas tidak dipaksa
7.      Tidak sedang mengerjakan ihram
8.      Memahami bahasa yang digunakan untuk Ijab Kabul

SYARAT-SYARAT SIGHAT
Hendaknya dilakukan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang yang melakukan akad, penerima akad, dan saksi. Sighat hendaknya mempergunakan ucapan yang menunjukan waktu akad dan saksi.

      Dari uraian diatas menjelaskan bahwa akad nikah atau perkawinanyang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum.




B.     PERWALIAN DIDALAM PERNIKAHAN
Jumhur ulama, Imam Syafi’I dan Imam Malik Mereka berpendapat bahwa wali merupakan salah satu rukun perkawinan dan tak ada perkawinan kalau tak ada wali. Oleh sebab itu perkawinan yang dilakukan tanpa wali hukumnya tidak sah (batal).Selain itu mereka berpendapat perkawinan itu mempunyai beberapa tujuan, sedangkan wanita biasanya suka dipengaruhi oleh perasaannya. Karena itu ia tidak pandai memilih , sehingga tidak dapat memperoleh tujuan –tujuan utama dalam hal perkawinan ini. Hal ini mengakibatkan ia tidak diperbolehkan mengurus langsung aqadnya tetapi hendaklah diserahkan kepada walinya agar tujuan perkawinan ini benar-benar tercapai dengan sempurna

Imam Hanafi dan Abu Yusuf (murid Imam Hanafi) Mereka berpendapat bahwa jika wanita itu telah baligh dan berakal, maka ia mempunyai hak untuk mengakad nikahkan dirinya sendiri tanpa wali. Selain itu Abu Hanifah melihat lagi bahwa wali bukanlah syarat dalam akad nikah. Beliau menganalogikan dimana kalau wanita sudah dewasa, berakal dan cerdas mereka bebas bertasarruf dalam hukum-hukum mu’amalat menurut syara’, maka dalam akad nikah mereka lebih berhak lagi, karena nikah menyangkut kepentingan mereka secara langsung. Khususnya kepada wanita (janda) diberikan hak sepenuhnya mengenai urusan dirinya dan meniadakan campur tangan orang lain dalam urusan pernikahannya.Menurut beliau juga, walaupun wali bukan syarat sah nikah, tetapi apabila wanita melaksanakan akad nikahnya dengan pria yang tidak sekufu dengannnya, maka wali mempunyai hak I’tiradh (mencegah perkawinan).

MACAM MACAM WALI
Wali dalam pernikahan secara umum ada 3 macam, yaitu:
1.      WALI NASAB; Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita dan berhak menjadi wali. Wali nasab urutannya adalah sebagai berikut:
a.    Bapak, kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas
b.   Saudara laki-laki kandung (seibu sebapak)
c.    Saudara laki-laki sebapak
d.   Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
e.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
f.    Paman (saudara dari bapak) kandung
g.   Paman (saudara dari bapak) sebapak
h.   Anak laki-laki paman kandung
i.     Anak laki-laki paman sebapak.
Urutan diatas harus dilaksanakan secara tertib.
2.      WALI HAKIM; Wali hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan. Wali hakim dapat menggantikan wali nasab apabila:
Calon mempelai wanita tidak mempunyai wali nasab sama sekali.
1.      Walinya mafqud, artinya tidak tentu keberadaannya.
2.      Wali sendiri yang akan menjadi mempelai pria, sedang wali yang sederajat dengan dia tidak ada.
3.      Wali berada ditempat yang jaraknya sejauh masaful qasri (sejauh perjalanan yang membolehkan shalat qashar) yaitu 92,5 km.
4.      Wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak boleh dijumpai.
5.      Wali sedang melakukan ibadah haji atau umroh.
6.      Anak Zina (dia hanya bernasab dengan ibunya).
7.      Walinya gila atau fasik.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1987, yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai wali hakim adalah KUA Kecamatan.

3.      WALI MUHAKKAM; Wali muhakkam adalah seseorang yang diangkat oleh kedua calon suami-istri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka. Orang yang bisa diangkat sebagai wali muhakkam adalah orang lain yang terpandang, disegani, luas ilmu fiqihnya terutama tentang munakahat, berpandangan luas, adil, islam dan laki-laki.
C.    AL-MUHARROMAT
Mahram Muabbad
Keharaman selamanya di sebabkan oleh tiga jenis hubungan, yaitu: Hubungan nasab, hubungan menyusui (radha), dan hubungan pernikahan (mushahara).
Mengenai ketiga hal di atas, Allah swt. Berfirman yang Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berikut ini rincian masing-masing sebab di atas
a.    Pengharaman Karena Hubungan Nasab
1.   Ibu, adalah perempuan yang mengandung dan melahirkan laki-laki tadi, hubungan antara ibu dan anak inilah yang menyebabkan adanya ikatan mahram.
2.   Anak Perempuan, adalah anak yang dilahirkan oleh istri maupun keturunan laki-laki tadi.
3.   Saudara Perempuan, adalah perempuan yang lahir dari orang tua yang sama, baik dari pihak ayah dan ibu maupun dari salah satu di antara keduanya.
4.    Amah, adalah bibi dari pihak ayah, perempuan yang menjadi saudara kandung ayah, atau saudara perempuan ayah dari keturunan salah satu orang tua ayah.
5.   Khalah, adalah bibi dari pihak ibu, perempuan yang menjadi saudara kandung ibu, atau saudara kandung perempuan dari keturunan salah satu keturunan ibu.
6.    Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan), adalah anak perempuan dari saudara laki-laki, baik anak kandung maupun anak tiri.
7.    Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan), adalah anak perempuan dari saudara perempuan, baik anak kandung maupun anak tiri.

b.   Pengharaman karena hubungan pernikahan
1.   Mertua perempuan, adalah ibu dan nenek dari istri
2.   Anak tiri, adalah anak-anak yang di bawa oleh istri, yakni anak perempuannya istri dari hasil perkawinan dengan suami yang pertama, hal ini apabila sudah melakukan persetubuhan dengan istrinya, dan apabila belum di campuri, maka tidak berdosa apabila di kawini.
3.    Istri ayah / suami ibu. Seorang laki-laki tidak diperbolehkan untuk menikahi istri ayahnya, meskipun belum terjadi hubungan suami istri di antara keduanya, bahkan apabila mereka telah bercerai pun, tetap tidak diperboleh kan untuk menikahi bekas istri ayah / bekas suami ibu.

c.    Pengharaman Karena Hubungan Persusuan
1.   Ibu yang menyusui ke atas (nenek dan seterusnya) yang dimaksud adalah ibu yang menyusui dan ibunya ibu, dari nasab maupun dari persusan.
2.   Anak perempuan yang di susui ke bawah, yaitu anak perempuan yang di susui air susu istri yang seorang laki-laki yang sebetulnya untuk anak kandung laki-laki itu.
3.   Anak-anak perempuan dari bapak-ibu persusuan, yang di maksud adalah saudara-saudara perempuan persusuan, anak-anak perempuan mereka baik karena nasab maupun menyusui.
4.   Tingkat pertama dari anak-anak kakek dan nenek persusuan. Yang di maksud adalah saudara-saudara perempuan ayah  dan saudara-saudara perempuan ibu sepersusuan.

Mahram Muaqqad
1.      Menikahi dua perempuan yang mahram.
2.      Menikahi istri orang lain.
3.      Status pernikahan perempuan ditalak tiga.
4.      Hukum menikahi budak perempuan.
5.      Menikahi perempuan yang berzina.
6.      Menikahi perempuan yang pernah dituduh berzina.
7.      Menikahi perempuan musyrik.
8.      Menikahi perempuan ahlul kitab.
9.      Menikahi perempuan shabi’ah.
10.  Menikahi perempuan majusi.
11.  Menikahi perempuan yang memiliki kitab suci selain yahudi dan nasrani.

D.    PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA
Perceraian dalam istilah ahli fiqh  di sebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah”  berarti bercerai (lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu di pakai oleh para ahli fiqh sebagai istilah, yang berarti perceraian antara suami istri.
Perkataan talak dalam ahli fiqh mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang di tetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang dijatuhkan dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri. Talak dalam arti khusus  berarti perceraian yang  di jatuhkan oleh pihak suami.
Karena salah satu bentuk dari  perceraian antara suami-istri itu ada yang di sebabkan karena talak maka selanjutnya istilah talak yang di maksud di sini ialah talak dalam arti yang khusus.
Meskipun islam tidak menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian pun tidak boleh di laksanakan setiap saat yang di kehendaki. Perceraian walaupun di perbolehkan tetapi agama islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum islam.

TALAK
Menurut bahasa talak artinya menceraikan atau melepaskan, sedangkan menurut istilah syara’ adalah melepaskan ikatan perkawinan yang sah atau bubarnya hubungan perkawinan.
Syarat-syarat seorang suami yang sah menjatuhkan talak ialah:
a.       Berakal sehat
b.      Telah baligh
c.       Tidak karena paksaan

Para ahli fiqh sepakat bahwa sahnya seorang suami menjatuhkan talak ialah telah dewasa / baligh dan atas kehendak sendiri bukan terpaksa atau ada paksaan dari pihak ketiga. Dalam menjatuhkan talak suami tersebut harus dalam keadaan berakal sehat, apabila akalnya sedang terganggu. Misalnya: orang yang sedang mabuk atau orang yang sedang marah tidak boleh menjatuhkan talak. Mengenai talak orang yang sedang mabuk kebanyakan para ahli fiqh berpendapat bahwa talaknya tidak sah, karena orang yang sedang mabuk itu dalam bertindak adalah di luar kesadaran. Sedangkan orang yang marah kalau menjatuhkan talak hukumnya adalah tidak sah. Yang di maksud marah di sini ialah marah yang sedemikian rupa, sehingga apa yang di katakannya hampit-hampir di luar kesadarannya.
Syarat-syarat seorang istri supaya sah di talak suaminya ialah:
a.       Istri telah terikat dengan perkawinaan yang sah dengan suaminya. Apabila akad nikahnya di ragukan kesahannya, maka istri itu tidak dapat di talak oleh suaminya.
b.      Istri harus dalam keadaan suci yang belum di campuri suaminya dalam waktu  suci itu.
c.       Istri yang sedang hamil.

Syarat-syarat pada sighat talak
Sighat talak ialah perkataan / ucapan yang diuacapkn oleh suami atau wakilnya di waktu ia menjatuhkan talak pada istrinya. Sighat talak ini ada yang di ucapkan langsung. Seperti “saya jatuhkan talak saya satu kepadamu”. Adapula yang di ucapkan secara sindiran (kinayah), seperti “kembalilah ke orang tuamu” atau “ engkau telah aku lepaskan dari padaku”. Ini di nyatakan sah apabila:
a.       Ucapan suami itu di sertai niat menjatuhkan talak kepada istrinya.
b.      Suami mengatakan kepada Hakim bahwa maksud ucapannya itu untuk menyatakan  talak kepada istrinya.

Apabila ucapannya itu tidak bermaksud untuk menjatuhkan talak kepada istrinya maka sighat talak yang demikian tadi tidak sah hukumnya.
Mengenai saat jatuhnya talak, ada yang jatuh pada saat suami mengucapkan sighat talak (talak “munzis”)  dan ada yang jatuh setelah syarat-syaratnya dalam sighat talak terpenuhi (talak “muallaq”)

MACAM-MACAM TALAK
1.      Talak Raj’i adalah talak, di mana suami boleh merujuk istrinya pada waktu iddah. Talak Raj’i ialah talak satu atau talak dua yang tidak di sertai uang ‘iwald dari pihak istri.
2.      Talak Ba’in ialah talak satu atau dua yang di sertai dua ‘iwald dari pihak istri, talak ba’in seperti ini di sebut talak ba’in kecil. Pada talak ba’in kecil suami tidak boleh kembali istrinya dalam masa iddah. Kalau si suami hendak mengambil bekas istrinya kembali harus dengan perkawinan batu yaitu dengan melaksanakan akad nikah. Di samping talak ba’in kecil, ada talak ba’in besar, ialah talak yang ketiga dari talak-talak yang telah di jatuhkan oleh suami. Talak ba’in besar ini mengakibatkan si suami tidak boleh merujuk atau mengawini kembali istrinya baik dalam masa ‘iddah maupun sesudah masa ‘iddah habis. Sorang suami yang mentalak ba’in besar istrinya boleh mengawini istrinya kembali kalau telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
·         Istrinya telah kawin dengan laki-laki lain.
·         Istrinya telah di campuri oleh suaminya yang baru.
·         Istrinya telah di cerai oleh suaminya yang baru.
·         Telah habis masa ‘iddahnya.
3.      Talak Sunni, ialah talak yang di jatuhkan mengikuti ketentuan  Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Yang termasuk talak sunni ialah talak yang di jatuhkan pada waktu istri dalam keadaan suci dan belum di campuri dan pada saat istri sedang hamil. Sepakat para ahli fiqh, hukumnya talak suami adalah halal.
4.      Talak bid’i, ialah talak yang di jatuhkan dengan tidak mengikuti ketentuan Al-Qur’an maupun Sunah Rasul. Hukumnya talak bid’i ialah:
·         Talak yang di jatuhkan pada istri yang sedang haid atau datang bulan.
·         Talak yang di jatuhkan pada istri yang dalam keadaan suci tetapi suaminyatelah menyetubuhinya.
·         Talak yang di jatuhkan sekaligus, tiga sekaligus atau  mentalak istrinya untuk selama-lamanya.

KEMATIAN
Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena kematian suami atau istri. Dengan kematian salah satu pihak, maka pihak lain berhak waris atas harta peninggalan yang meninggal.
Walaupun dengan kematian suami tidak dimungkinkan hubungan mereka disambung lagi, namun bagi istri yang kematian suami tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-laki lain. Si istri harus menunggu masa idahnya habis yang lamanya empat bulan sepuluh hari.
  


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama Islam.  Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga  yang bahagia dan  mendapatkan  keturunan yang sah.  Nikah adalah fitrah yang berarti   sifat  asal  dan  pembawaan  manusia sebagai   makhluk    Allah SWT.
Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan  rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, serta bahagia di dunia dan akhirat. Hukum nikah pada dasarnya adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian, hukum, nikah dapat     berubah menjadi sunah, wajib,makruh,atau haram.   
Tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (prig terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam.